Wednesday, March 18, 2009

PSAK No. 52 - Mata Uang Pelaporan Sebuah Contoh Penerapan

Abstrak

Gejolak moneter yang terjadi sekarang ini membawa pengaruh pada nilai tukar rupiah terhadap mata uang lainnya. Perubahan nilai tukar rupiah ini pada gilirannya akan mempengaruhi laporan keuangan perusahaan. Pengaruh yang terasa adalah bahwa laporan keuangan tidak bisa lagi mencerminkan posisi keuangan dan prestasi usaha perusahaan. Untuk itulah perusahaan mulai perbikir untuk mengubah mata uang yang digunakan dalam menyusun laporan keuangan. Cara dan bagaimana mengubah mata uang pelaporan inilah yang selanjutnya diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No, 52

Kata kunci : PSAK No. 52, mata uang pelaporan, pengukuran kembali, penjabaran

Mata uang yang digunakan dalam menyajikan laporan keuangan, selanjutnya disebut mata uang pelaporan, akhir-akhir ini merupakan masalah tersendiri bagi perusahaan di Indonesia yang akan menyusun laporan keuangannya. Hal ini dikarenakan nilai tukar rupiah terus berfluktuasi dengan tidak menentu, sehingga perusahaan merasa bahwa laporan keuangan yang disusun berdasarkan mata uang rupiah tidak mencerminkan posisi keuangan dan hasil operasi perusahaan, terutama bagi perusahaan yang transaksinya didominasi oleh mata uang selain rupiah. Perusahaan mulai berpikir untuk menyajikan laporan keuangan dengan mata uang yang kuat, selain mata uang rupiah atau menggunakan mata uang yang dominant dalam operasi perusahaan. Sebuah contoh yang sederhana, untuk perusahaan yang memiliki hutang dalam mata uang USD 100 juta saja, apabila nilai tukar rupiah pada tanggal neraca melemah Rp 1.000,00 maka perusahaan tersebut menyesuaikan hutangnya dan mengakui kerugian akibat selisih kurs Rp 100 milyar. Padahal kalau ia memilih menggunakan mata uang USD sebagai mata uang pelaporan perusahaan tersebut tidak akan mengakui kerugian akibat perubahan nilai tukar rupiah tersebut.

Dari uraian di atas timbul permasalahan yakni apakah boleh sebuah perusahaan mengubah mata uang pelaporannya. Permasalahan inilah yang selanjutnya diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No. 52, selanjutnya disebut PSAK 52.

Masalah mata uang pelaporan, sebelum dikeluarkannya PSAK 52 hanya terbatas pada bagaimana perusahaan menyajikan laporan keuangan apabila ia harus melaporkan laporan keuangan ke luar negeri (investor di luar negeri) karena perusahaan mencatatkan sahamnya di bursa efek di luar negeri. Dalam hal ini investor yang ada di luar negeri membutuhkan informasi keuangan dalam mata uang yang sehari-hari mereka pakai dan supaya cepat bisa diperbandingkan dengan perusahaan lainya yang sejenis. Karena itulah perusahaan harus menyajikan laporan keuangan dalam mata uang negara dimana perusahaan tersebut mencatatkan sahamnya, beserta penyesuaian-penyesuian lainnya yang berkaitan dengan perbedaan standar akuntansi antara standar akuntansi di Indonesia dengan standar akuntansi di negara tersebut.

Masalah mata uang pelaporan juga terjadi apabila perusahaan memiliki aktivitas operasi di luar negeri, dimana aktivitas operasinya dilaporkan dalam mata uang setempat. Aktivitas operasi tersebut dapat berupa anak perusahaan atau cabang. Karena laporan keuangan perusahaan harus dikonsolidasikan atau digabungkan dengan laporan keuangan induk perusahaan atau kantor pusat maka laporan keuangan aktivitas diluar negeri yang masih menggunakan mata uang setempat harus diubah mata uang pelaporannya menjadi mata uang pelaporan induk perusahaan atau kantor pusat.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, bahwa permasalahan mata uang pelaporan sekarang ini tidak lagi terbatas pada kalau laporan keuangan harus diterbitkan untuk investor di luar negeri atau kalau memiliki aktivitas operasi di luar negeri tetapi sudah meluas kepada keinginan perusahaan untuk menyajikan laporan keuangan yang tidak menyesatkan akibat kondisi perubahan nilai tukar rupiah yang tidak stabil. Perusahaan mulai berpikir untuk menyajikan laporan keuangan dalam mata uang yang kuat (bukan rupiah) tanpa melihat apakah laporan keuangannya ditujukan kepada investor di luar negeri atau tidak. Permasalahan mata uang pelaporan inilah yang diatur dalam PSAK 52. Pernyataan ini efektif berlaku untuk penyusunan dan penyajian laporan keuangan yang mencakup periode laporan yang dimulai pada atau setelah tanggal 1 Januari 2000 (PSAK 52 : 6)

PSAK 52 mengatur tentang mata uang yang digunakan oleh perusahaan dalam catatan akuntansi dan laporan keuangan. Disini berarti bahwa perusahaan setelah memilih suatu mata uang tertentu sebagai mata uang pelaporannya maka perusahaan tersebut pada periode akuntansi selanjutnya harus mengubah catatan akuntansi dan laporan keuangannya dalam mata uang yang baru, sesuai dengan mata uang pelaporan yang dipilihnya. Pernyataan ini harus diterapkan untuk semua perusahaan yang akan atau telah menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan. PSAK 52 memperbolehkan perusahaan menggunakan mata uang selain rupiah sebagai mata uang pelaporan apabila mata uang yang akan dipakai sebagai mata uang pelaporan memenuhi kriteria sebagai mata uang fungsional.

Selengkapnya download artikel jurnal akuntansi perusahaan via ziddu


No comments:

Post a Comment