Thursday, June 25, 2009

Pengaruh Interaksi antara Total Quality Management dengan Sistem Pengukuran Kinerja dan Sistem Penghargaan terhadap Kinerja Manajerial

Abstrak

Penelitian ini adalah penelitian empiris yang dilakukan pada tahun 2003, yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang berkaitan dengan pengaruh variabel sistem pengukuran, sistem penghargaan, TQM, interaksi TQM dengan sistem pengukuran kinerja dan interaksi TQM dengan sistem penghargaan terhadap kinerja managerial PT. Telkom Divre V Surabaya.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain survey. Responden adalah senior manajer dan staff dengan sampel berjumlah 54 orang dari total populasi 90 orang. Teknik analisis data untuk menguji hipotesis adalah regresi linier berganda.

Hasil pengujian menyatakan bahwa gagal menolak Ho5, artinya interaksi sistem penghargaan (X2) dengan TQM (X3) pengaruhnya tidak signifikan terhadap kinerja manajerial. Sedangkan lima hipotesis lainnya terbukti.

Kata kunci: TQM, sistem pengukuran kinerja, sistem penghargaan, dan kinerja manajerial.

Berlakunya Asean Free Trade Area (AFTA) pada tahun 2003, menyebabkan perusahaan di setiap negara khususnya di wilayah Asean dihadapkan pada situasi persaingan global. Persaingan global ini memberikan banyak pilihan kepada konsumen, dimana mereka semakin sadar biaya (cost conscious) dan sadar nilai (value conscious) dalam meminta produk dan jasa yang berkualitas tinggi. Untuk dapat bertahan dan berhasil dalam lingkungan seperti itu, perusahaan harus menciptakan value bagi konsumen dalam bentuk produk dan jasa serta pelayanan berkualitas, sehingga perusahaan juga memperoleh value.

Perusahaan jasa menghadapi persaingan khusus karena adanya perbedaan kualitas antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lainnya. Oleh karena itu perusahaan jasa perlu mengutamakan konsistensi melalui pengembangan suatu sistem yang dapat mendukung kinerja para pekerjanya.

Total Quality Management (TQM) merupakan suatu sistem yang dapat dikembangkan menjadi pendekatan dalam menjalankan usaha untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, tenaga kerja, proses dan lingkungannya (Tjiptono 2001:4). TQM juga merupakan falsafah holistie yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork produktivitas, pengertian dan kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993:135). Dengan demikian TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi.

Selain penerapan TQM, perusahaan juga perlu menerapkan sistem akuntansi manajemen sebagai mekanisme untuk memotivasi dan mempengaruhi perilaku karyawan dalam berbagai cara yang memaksimalkan kesejahteraan organisasi dan karyawan. Sistem akuntansi manajemen yang digunakan dalam penelitian ini meliputi sistem pengukuran kinerja dan sistem penghargaan. Penghargaan (kompensasi) merupakan apa yang diterima oleh para karyawan sebagai ganti kontribusi mereka kepada organisasi. (Simamora 2001:540).

Penghargaan yang diberikan oleh perusahaan sangat mempengaruhi produktivitas dan tendensi para karyawan untuk tetap bersama organisasi atau mencari pekerjaan lainnya. Semakin besar perhatian perusahaan terhadap kebutuhan karyawannya maka perusahaan tersebut akan mendapat timbal balik yang sesuai, yaitu maksimalisasi dalam produktivitas kerja.

Beberapa penelitian mengenai hubungan antara TQM dengan kinerja sudah dilakukan. (Kurnianingsih 2000:247-248) meneliti tentang Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja dan Sistem Penghargaan terhadap Keefektifan Penerapan Teknik TQM pada perusahaan Manufaktur. Kurnianingsih berhasil membuktikan bahwa sistem pengukuran kinerja dan sistem penghargaan memperkuat hubungan moderating terhadap hubungan antara TQM dengan kinerja manajerial.

Bidang kajian ini menjadi menarik, karena ada faktor-faktor kondisional yang kemungkinan dapat mengubah bentuk pengaruh antara variabel-variabel yang dijadikan model pada penelitian sebelumnya. Oleh karena itu, pada penelitian ini dicoba melakukan pengujian untuk perusahaan jasa, dengan melakukan studi empiris di PT Telkom Divre V Surabaya. Meskipun dilakukan di satu perusahaan, tetapi unit analisis adalah pada level manajer, dengan total populasi 90 orang senior manajer dan staff, dimana pada masing-masing bagian telah diterapkan sistem pengukuran kinerja dan sistem penghargaan serta TQM secara mantap.

Selengkapnya download artikel jurnal akuntansi manajerial via ziddu


Strategi Keuangan Matriks: Alat Bantu Keputusan Investasi dan Pembiayaan

Abstrak

Setiap aktivitas perusahaan selalu bertumbuh pangkal pada keputusan investasi dan keputusan pembiayaan. Manajemen keuangan mengupayakan agar keputusan investasi dan keputusan pembiayaan menjadi lebih efektif dalam mendukung pertumbuhan perusahaan. Dalam upaya melihat efektivitas keputusan investasi dan keputusan pembiayaan, manajemen keuangan menggunakan analisis rasio keuangan untuk menganalisis angka yang tercantum dalam laporan keuangan. Pertumbuhan perusahaan dalam manajemen keuangan diukur berdasar perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa pertumbuhan yang seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan. Dalam analisis rasio keuangan ukuran keberhasilan keputusan investasi dan pembiayaan adalah Return on Invested Capital (ROIC), biaya penggunaan dana (WACC), dan Economic Value Added (EVA).

Strategi keuangan matriks adalah pengelompokan perusahaan dalam empat kwadran dan memberikan usulan strategi perusahaan dalam menyelaraskan pertumbuhan perusahaan dengan keputusan investasi dan pembiayaan, sehingga pertumbuhan perusahaan dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang mampu menutup biaya penggunaan dana. Dalam upaya mengaplikasikan penggunaan strategi keuangan matrik digunakan contoh 15 perusahaan publik yang beraktiva di atas satu triliun dan 15 perusahaan yang beraktiva di bawah satu triliun berdasar penelitian majalah SWA dan Mark-Plus.

Kata kunci: ROIC, WACC, EVA.

Setiap aktivitas perusahaan selalu bertumbuh pangkal pada keputusan investasi dan keputusan pembiayaan. Manajemen keuangan mengupayakan agar keputusan investasi dan keputusan pembiayaan menjadi lebih efektif dalam mendukung pertumbuhan perusahaan. Dalam upaya melihat efektivitas keputusan investasi dan keputusan pembiayaan, manajemen keuangan menggunakan analisis rasio keuangan untuk menganalisis angka yang tercantum dalam laporan keuangan. Pertumbuhan perusahaan dalam manajemen keuangan diukur berdasar perubahan penjualan, bahkan secara keuangan dapat dihitung berapa pertumbuhan yang seharusnya (sustainable growth rate) dengan melihat keselarasan keputusan investasi dan pembiayaan. Dalam analisis rasio keuangan ukuran keberhasilan keputusan investasi dan pembiayaan adalah Return on Invested Capital (ROIC), biaya penggunaan dana (WACC), dan Economic Value Added (EVA).

Strategi keuangan matriks adalah pengelompokan perusahaan dalam empat kwadran dan memberikan usulan strategi perusahaan dalam menyelaraskan pertumbuhan perusahaan dengan keputusan investasi dan pembiayaan, sehingga pertumbuhan perusahaan dapat menghasilkan tingkat pengembalian yang mampu menutup biaya penggunaan dana. Dalam upaya mengaplikasikan penggunaan strategi keuangan matrik digunakan contoh 15 perusahaan publik yang beraktiva di atas satu triliun dan 15 perusahaan yang beraktiva di bawah satu triliun berdasar penelitian majalah SWA dan Mark-Plus.

Setiap perusahaan cenderung ingin bertumbuh untuk menjadi lebih besar. Salah satu ukuran pertumbuhan perusahaan adalah peningkatan penjualan. Pertumbuhan penjualan akan menimbulkan konsekuensi pada peningkatan investasi atas aktiva perusahaan dan akhirnya membutuhkan penyediaan dana untuk membeli aktiva. Dengan kata lain pertumbuhan perusahaan menimbulkan konsekuensi pada keputusan investasi dan keputusan pembiayaan. Oleh karena itu, merupakan kewajiban manajer keuangan untuk menyeimbangkan antara pertumbuhan, tingkat pengembalian (return) atas investasi yang dipilih, dan biaya penggunaan dana.

Berkaitan dengan itu, tulisan ini akan membahas penyelarasan pertumbuhan, return atas investasi, dan biaya penggunaan dana dengan pendekatan matriks.

Selengkapnya download artikel jurnal akuntansi biaya investasi via ziddu


Intellectual Capital: Perlakuan, Pengukuran dan Pelaporan (Sebuah Library Research)

Abstract

The changing paradigm from labor based business to knowledge based business has made an inclusion of human resources into an income statement. Among intangible assets, human resources, which is called intellectual capital (IC), becomes the core asset in a company.

IC consists three basic elements, they are human capital, structural capital and customer capital. In fact, these are the real power of the company in producing, developing, and bringing the company to the future. Accordingly proponents agree to disclose these on the income statement. Unfortunately, accounting practice has not accounted for them. Whilst, IC describes the creation values, accounting practice does not have tools to identity, measures and disclose them on the annual reports. Therefore this research attempts to provide ideas and open nuance for accountants.

This research employ a thick library research, an alternative research methodology that suitable to answer the research question. This research is conducted in depth discourse producing some methods for measuring and reporting IC that are practiced recently.

The study concludes that methods of measurement IC have been classified into a financial and non-financial measurement. For the reporting purposes, it is needed a supplement to the income statement consisting an intellectual capital statement.

Keywords: intellectual capital, measurement of intellectual capital, reporting of intellectual capital, library research.

Globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan yang ketat pada abad ini memaksa perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya. Agar dapat terus bertahan dengan cepat perusahaan-perusahaan mengubah dari bisnis yang didasarkan pada tenaga kerja (labor-based business) menuju knowledge based business (bisnis berdasarkan pengetahuan), dengan karakteristik utama ilmu pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi yang memiliki karakteristik ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada suatu penciptaan transformasi dan kapitalisasi dari pengetahuan itu sendiri.

Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, maka modal yang konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi. Dengan menggunakan ilmu pengetahuan dan teknologi maka akan dapat diperoleh bagaimana cara menggunakan sumber daya lainnya secara efisien dan ekonomis, yang nantinya akan memberikan keunggulan bersaing (Rupert 1998). Berkurangnya atau bahkan hilangnya aktiva tetap dalam neraca perusahaan tidak menyebabkan hilangnya penghargaan pasar terhadap terhadap mereka. (Rupert 1998) mengungkapkan bahwa ini tercermin dari banyaknya perusahaan yang memiliki aktiva berwujud yang tidak signifikan dalam laporan keuangan namun penghargaan pasar atas perusahaan-perusahaan tersebut sangat tinggi (Roos et al. 1997) seperti pada tabel 1 juga mengungkapkan bahwa “the market value of these companies is many times their net asset value, that is the value of their physical. The difference between the two values is the company’s “hidden value”, which can be expressed as a percentage of the market value”.

Selengkapnya download artikel jurnal sistem manajemen via ziddu


Friday, June 19, 2009

Hubungan Karakteristik Informasi yang Dihasilkan oleh Sistem Informasi Akuntansi Manajemen terhadap Kinerja Manajerial pada Perusahaan Manufaktur

Abstrak

Hanya sedikit bukti empiris yang menunjukkan hubungan antara informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi akuntansi manajemen dengan kinerja manajemen. Salah satu penelitian terdahulu menunjukkan bahwa informasi dengan karakteristik tertentu dapat meningkatkan kinerja (Nazaruddin 1998). Berdasarkan hasil penelitian tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara karakteristik informasi dan kinerja manajerial. Indikator untuk mengukur karakteristik informasi adalah broadscope, agregasi, integrasi dan timeliness, sedangkan kinerja manajerial diwakili dengan faktor kemampuan manajer dalam membuat perencanaan, mencapai target dan melakukan kiprahnya diluar perusahaan.

Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa terdapat korelasi antara karakteristik informasi yang terdiri dari broadscope, agregasi, integrasi dan timeliness dengan kinerja manajerial, meskipun tingkat hubungan tersebut bervariasi tergantung pada kebutuhan manajer dalam mencapai kinerja mereka.

Kata kunci: kinerja, karakteristik informasi, sistem informasi manajemen.

Salah satu peran penting sistem informasi akuntansi manajemen adalah menyediakan informasi bagi orang yang tepat dengan cara yang tepat dan pada saat yang tepat. Informasi berperan meningkatkan kemampuan manajemen untuk memahami keadaan lingkungan sekitarnya dan mengidentifikasikan aktivitas yang relevan (Nazarrudin 1998:142). Perencanaan sistem informasi manajemen yang merupakan bagian dari sistem pengendalian organisasi perlu mendapat perhatian karena sistem informasi berguna bagi organisasi-organisasi untuk mengendalikan dan memonitor proses yang memiliki nilai tambah (Stair 1996:41).

Informasi yang diterima oleh pihak manajemen sangat beraneka ragam dalam bentuk maupun fungsinya. Dengan beragamnya informasi yang diterima oleh manajemen, maka perlu dipilih dan dikelompokkan karektersitik informasi yang dapat memberikan kontribusi dalam pencapaian kinerja manajemen.

Diakui oleh banyak peneliti bahwa mengukur manfaat suatu informasi yang dihasilkan oleh sistem informasi manajemen terhadap kinerja organisasi, merupakan hal yang sangat sulit (Mahmood dan Mann 2000). Tidak mengherankan jika muncul berbagai ketidaksetujuan diantara para peneliti sendiri mengenai hubungan antara kinerja dan manfaat sebuah informasi. Salah satu alasan utama ketidaksetujuan tersebut adalah korelasi yang mencerminkan hubungan antara kinerja dan informasi tidak secara langsung menunjukkan hubungan kausalitas. Meskipun masih terjadi pro dan kontra mengenai masalah tersebut, namun penelitian-penelitian mengenai hubungan antara kinerja manjerial dengan informasi tetap terus dilakukan, diantaranya oleh Chia (1995), Gul dan Chia (1994), Mia dan Chenhall (1994), Choe (1996) dan masih banyak lagi. Sejalan dengan hasil-hasil yang dicapai oleh penelitian-penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Nazaruddin (1998) juga berhasil membuktikan bahwa informasi yang memiliki karakteristik broadscope, tepat waktu (timeliness) memiliki agregasi dan terintegrasi berpengaruh terhadap kinerja manajerial.

Mengikuti hasil-hasil yang telah dicapai oleh penelitian-penelitian sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk membuktikan adanya hubungan antara informasi dengan kinerja manajerial. Karakteristik informasi yang bagaimana yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja yang baik.

Selengkapnya download artikel jurnal sistem informasi akuntansi manajemen via ziddu


Analisis Faktor Fundamental dan Risiko Sistematik terhadap Harga Saham Properti di BEJ

Abstrak

Properti merupakan salah satu sektor yang terpuruk sejak krisis ekonomi. Hal ini mengakibatkan harga saham properti di bursa efek juga terpuruk. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor fundamental dan risiko sistematik yang mempengaruhi harga saham di sektor properti.

Metode pengambilan sampel menggunakan purposive sampling method. Dari tiga puluh tiga perusahaan, hanya diambil tiga belas perusahaan, karena memiliki laporan keuangan secara lengkap tahun 1996-2001.

Hasil penelitian menunjukkan hanya faktor fundamental Book Value (BV) yang mempengaruhi harga saham secara parsial, sedangkan faktor fundamental yang lainnya tidak berpengaruh.

Kata kunci: faktor fundamental, risiko sistematik, harga saham sektor properti.

Untuk melakukan investasi dalam bentuk saham diperlukan analisis untuk mengukur nilai saham, yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal. Tujuan analisis fundamental adalah menentukan apakah nilai saham berada pada posisi undervalue atau overvalue. Saham dikatakan undervalue bilamana harga saham di pasar saham lebih kecil dari harga wajar atau nilai yang seharusnya, demikian juga sebaliknya.

Menurut Francis (1988),

In preparing their estimate of security’s value, fundamental analysts study the basic financial and economic facts about the company that issues the security. They study the level and trend of the firm’s sales and earnings, the quality of the firm’s products, the firm’s competitive position in the markets where its products are sold, the firm’s labor relations, the firm’s sources of raw materials. The government rules that apply to the firm, and many other factors that may affect the value of the firm’s common stock

Dapat dikatakan bahwa untuk memperkirakan harga saham dapat menggunakan analisa fundamental yang menganalisa kondisi keuangan dan ekonomi perusahaan yang menerbitkan saham tersebut. Analisanya dapat meliputi trend penjualan dan keuntungan perusahaan, kualitas produk, posisi persaingan perusahaan di pasar, hubungan kerja pihak perusahaan dengan karyawan, sumber bahan mentah, peraturan-peraturan perusahaan dan beberapa faktor lain yang dapat mempengaruhi nilai saham perusahaan tersebut.

Analisis fundamental berkaitan dengan penilaian kinerja perusahaan, tentang efektifitas dan efisiensi perusahaan mencapai sasarannya (Stoner et al. 1995). Untuk menganalisis kinerja perusahaan dapat digunakan rasio keuangan yang terbagi dalam empat kelompok, yaitu rasio likuiditas, aktivitas, hutang, dan profitabilitas (Gitman 2003). Dengan analisis tersebut, para analisis mencoba memperkirakan harga saham dimasa yang akan datang dengan mengestimasi nilai dari faktor-faktor fundamental yang mempengaruhi harga saham dimasa yang akan datang dan menerapkan hubungan faktor-faktor tersebut sehingga diperoleh taksiran harga saham.

Umumnya faktor-faktor fundamental yang diteliti adalah nilai intrinsik, nilai pasar, Return On Total Assets (ROA), Return On Investment (ROI), Return On Equity (ROE), Book Value (BV), Debt Equity Ratio (DER), Deviden Earning, Price Earning Ratio (PER), Deviden Payout Ratio (DPR), Deviden Yield, dan likuiditas saham.

Analisis teknikal menggunakan data pasar yang dipublikasikan yaitu harga saham, volume perdagangan, indeks harga saham individual maupun gabungan untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran saham tertentu maupun pasar secara keseluruhan. Menurut Malkiel (1996), pendekatan ini pada intinya membuat serta menginterpretasikan grafik saham ditinjau dari pergerakan harga saham dan volume transaksinya untuk mendapatkan petunjuk tentang arah perubahan di masa yang akan datang.

Menurut Jones (1996),

Systematic risk as is shown in part two on portfolio management an investor can construct a diversified portfolio and eliminate part of the total risk. The diversiviable or non market part. What is left is the diversiviable portion or the market risk variability in a securities total return that is directly associated with overall movements in the general market or economy”.

Jadi risiko sistematik dari suatu sekuritas atau portofolio yang relatif terhadap risiko pasar dapat diukur dengan beta. Beta suatu sekuritas adalah kuantitatif yang mengukur sensitivitas keuntungan dari suatu sekuritas dalam merespon pergerakan keuntungan pasar. Semakin tinggi tingkat beta, semakin tinggi risiko sistematik yang tidak dapat dihilangkan karena diversifikasi.

Selengkapnya download artikel jurnal analisis harga saham properti via ziddu


Manajemen Pendapatan dan Pengecualian Pajak Pendapatan di Malaysia

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menguji apakah praktek manajemen pendapatan terjadi di Malaysia untuk periode pengamatan tahun 1999. Penelitian ini didasarkan pada abnormal akrual dan menggunakan model Jones (1991) dengan membagi discretionary accrual dan nondiscretionary accrual yang menjadi sample dalam penelitian ini adalah 295 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Kuala Lumpur yang laporan keuangannya lengkap untuk tahun 1992-2000. Penelitian ini tidak memberikan bukti yang kuat bahwa praktek manajemen pendapatan dengan pola maksimalisasi laba telah dilakukan dalam tahun 1999 yang dimotivasi dengan adanya pengecualian pajak. Analisa ini juga dilakukan untuk tahun 2000 dengan alasan praktek manajemen pendapatan pada tahun tersebut memberikan efek pada pelaporan tahun berikutnya. Oleh karena itu dapat diidentifikasikan bahwa temuan pada tahun 2000 juga mendukung temuan tahun sebelumnya.

Kata kunci: abnormal accrual, discretionary accrual, non-discretionary accrual.

Manajemen pendapatan, dapat didefinisikan sebagai tindakan manajemen untuk melaporkan pendapatan perusahaan melalui laporan keuangan dengan cara memaksimumkan (income maximization) atau menyama-ratakan (income smoothing) untuk beberapa waktu tertentu atau meminimumkannya (income minimization) dari jumlah pendapatan yang sebenarnya diperoleh. Cara mana yang dipilih bergantung kepada motivasi yang melatarbelakangi mereka untuk melakukannya.

Schipper (1989) mendefinisikan manajemen pendapatan, sebagai campur tangan pihak manajemen dengan tujuan tertentu dalam proses pelaporan keuangan kepada pihak luar. Tujuan tertentu yang dimaksudkan ialah memperoleh beberapa keuntungan diri sendiri yang bertentangan dengan proses operasi yang jujur.

Berdasarkan kajian-kajian terdahulu, berlakunya manajemen pendapatan selalu didorong oleh terdapatnya motivasi tertentu oleh karenanya pengujian atau pemeriksaan terhadap berlakunya manajemen pendapatan dimulai dengan tinjauan ke atas apa yang menjadi motivasi berlakunya manajemen pendapat tersebut, sehingga dapat ditaksir bentuk atau pola manajemen pendapatan yang akan berlaku. Sehubungan dengan ini, diketahui terdapat banyak faktor yang menyebabkan pihak manajemen terdorong atau termotivasi untuk melakukan praktek manajemen pendapatan, di antaranya adalah:

1. Motivasi pasar modal (capital market motivation). Motivasi ini dimaksudkan oleh pihak manajemen untuk memperoleh harga pasaran saham yang lebih baik, atau setidaknya mempertahankan kestabilan harga pasar saham perusahaan yang ada di pasar modal. Kajian mengenai motivasi pasar modal ini telah dilakukan oleh banyak peneliti sebelumnya, di antaranya adalah DeAngelo (1990), dan Dechow, Sloan dan Richard (1995).

2. Motivasi kontrak (contracting motivations). Kajian mengenai motivasi-motivasi kontrak ini telah dilakukan oleh Watts dan Zimmerman (1986), motivasi ini dapat dibedakan lagi ke atas dua bagian, yaitu:

• Motivasi kontrak pinjaman (lending contracts motivation), yaitu usaha manajemen untuk melindungi diri agar terlihat tidak menyalahi kontrak perjanjian pinjaman yang sudah disetujui sebelumnya. Kajian mengenai motivasi ini telah dilakukan oleh Healy and Palepu (1990); DeAngelo dan Skinner (1994); DeFond and Jiambalvo (1994).

• Motivasi kontrak kompensasi manajemen (management compensations contracts motivation). Motivasi kontrak konpensasi ini dilakukan oleh pihak manajemen dengan tujuan agar mereka boleh menerima imbalan yang lebih besar dalam bentuk gaji dan bonus. Kajian mengenai motivasi kontrak kompensasi ini telah banyak dilakukan sebelumnya, seperti DeAngelo (1986).

3. Motivasi pajak (taxation motivation). Manajemen pendapatan dengan motivasi pajak ini dilakukan oleh para manajemen perusahaan dengan tujuan untuk memaksimumkan nilai perusahaan dengan cara meminimumkan beban pajak pendapatan. Motivasi ini biasanya terjadi dalam keadaan adanya kebijakan-kebijakan baru pemerintah mengenai perpajakan, seperti perubahan tarif pajak, keringanan pajak, dan pengecualian pajak pendapatan. Penelitian mengenai manajemen pendapatan yang didorong oleh motif pajak ini juga telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya, yaitu: Porcano (1997), Scott (1997), Guenther (1994), dan Lindahl (1989).

Selengkapnya download artikel jurnal manajemen pendapatan via ziddu


Saturday, June 13, 2009

Analisis terhadap Perlunya Penyesuaian Laporan Keuangan Historis (Conventional Accounting) Berdasarkan Tingkat Harga Umum (General Price Level )

Abstrak

Secara umum, dalam akuntansi konvensional, laporan keuangan disajikan berdasarkan nilai historis yang mengasumsikan bahwa hargaharga (unit moneter) adalah stabil. Akuntansi konvensional tidak mengakui adanya perubahan tingkat harga umum maupun perubahan tingkat harga khusus. Sebagai konsekuensinya, jika terjadi perubahan daya beli seperti pada periode inflasi, maka laporan keuangan historis secara ekonomis tidaklah relevan. Pada periode ini pendapatan umumnya dinilai lebih tinggi sedangkan aktiva tetap dinilai lebih rendah.

Sebenarnya, terdapat beberapa metode akuntansi mengenai pengaruh perubahan harga, antara lain akuntansi harga tetap, akuntansi nilai sekarang, dan akuntansi tingkat harga umum. Akuntansi tingkat harga umum akan mengadakan restatement komponen-komponen laporan keuangan ke dalam rupiah pada tingkat daya beli yang sama, namun sama sekali tidak mengubah prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan dalam akuntansi berdasarkan nilai historis.

Pada prakteknya, kontroversi yang menyangkut relevansi penggunaan akuntansi tingkat harga umum masih berlanjut hingga saat ini. Beberapa argumentasi yang mendukung maupun menolak penerapan akuntansi tingkat harga umum akan disajikan dalam artikel ini. Demikian juga hasil dari dua penelitian mengenai pengaruh penerapan akuntansi tingkat harga umum terhadap laporan keuangan akan diperbandingkan guna melihat apakah penyesuaian berdasarkan akuntansi tingkat harga umum memang diperlukan.

Kata kunci: akuntansi historis, akuntansi tingkat harga umum, daya beli (inflasi), laporan keuangan, rasio keuangan.

Laporan keuangan merupakan salah satu informasi keuangan yang dibutuhkan baik oleh pihak internal maupun eksternal perusahaan. Oleh karena itu laporan keuangan tersebut harus dapat memberikan informasi yang lebih realistis dan dapat menggambarkan kondisi perusahaan yang mendekati keadaan sebenarnya.

Secara umum laporan keuangan disusun berdasarkan nilai historis (historical cost accounting) yaitu menggunakan harga pada saat transaksi dan menganggap bahwa harga-harga akan stabil. Penyusunan laporan keuangan berdasarkan nilai histories tidak mencerminkan adanya perubahan daya beli, sehingga laporan keuangan yang dihasilkan kurang mampu mencerminkan keadaan sebenarnya jika terjadi perubahan harga. Hal tersebut akan menyebabkan ketidakakuratan dan ketidaktelitian dari laporan keuangan yang disajikan sehingga pihak intern maupun ekstern perusahaan dapat kehilangan kepercayaan terhadap laporan keuangan. Dengan sendirinya laporan keuangan tersebut tidak dapat digunakan untuk mengambil keputusan begitu saja tanpa adanya tambahan informasi.

Selengkapnya download artikel jurnal laporan keuangan via ziddu